Berfilsafat itu merupakan kegiatan
olah piker dalam arti sendiri, maupun bersama-sama, ada olah piker pikiran
Indonesia, olah piker pikiran bangsa-bangsa, olah piker dunia, dan lain-lain.
Dalam berfilsafat itu kita harus menggunakan referensi yaitu pikiran para
biksu. Jadi, kita harus banyak membaca pemikiran para biksu, buku-buku tentang
karyanya yang telah ada.
Macam-macam filsafat bergantung pada
obyeknya yang ada dan mungkin ada. Kemudian kita melihat macam-macam filsafat
itu jika obyeknya mungkin bisa dipersempit. Orang-orang jaman dulu berpikir
bahwa sesuatu itu terbuat dari apa, contohnya bumi terbuat dari apa, sehingga
filsafat orang dulu adalah filsafat alam. Jika obyeknya tentang diri manusia
maka filsafatnya adalah filsafat manusia, yang kemudian kita memikirkan lokasi
dari manusia tersebut. Contohnya manusia itu di pulau Jawa maka filsafatnya
adalah filsafat manusia Jawa. Macam filsafat yang lain adalah jika obyeknya
merupakan hal-hal yang berkaitan dengan spiritual maka filsafat spiritual atau
teologi.
Secara professional, macam filsafat
dapat dilihat lebih rinci mengenai lokasi obyek tersebut, dimana yang kita
pikirkan, maka berfilsafat itu membagi menjadi dua macam yaitu obyek yang dalam
pikiran dan obyek di luar pikiran. Obyek yang di luar pikiran itu merupakan hal
yang dapat dilihat, didengar ataupun diraba. Sedangkan obyek yang di dalam
pikiran juga memiliki sifat-sifat tersendiri. Ketika kita memejamkan mata, maka
kita memasukkan obyek ke dalam pikiran. Contoh : handphone. Ketika kita dapat
melihat handphone maka obyek tersebut ada di luar pikiran, sedangkan ketika
memejamkan mata dan masih mengingat handphone maka obyek tersebut berubah ada
di dalam pikiran. Obyek yang dalam pikiran bersifat ideal dan tetap, yaitu yang
benar menurut ilmu. Obyek pikir yang di dalam pikiran menghasilkan filsafat
idealism. Tokoh filsafat idealism adalah Plato. Obyek yang di luar pikiran
bersifat tidak tetap dan tokohnya adalah Aristoteles. Obyek pikir yang di luar
pikiran itu menghasilkan filsafat realism.
Selanjutnya, macam filsafat
berdasarkan pada banyaknya obyek dapat dibagi menjadi tiga, yaitu monoisme,
dualism, dan pluralism. Filsafat monoisme merupakan filsafat yang menganggap
bahwa hanya ada satu yang benar yaitu kausa prima (Tuhan). Filsafat dualism ialah
yang benar dua, sedangkan pluralism yaitu yang benar banyak. Macam-macam
filsafat itu sebenarnya berdasarkan pada dimana, karakteristik dari obyek
tersebut hingga sampai pada sejarah perkembangannya hingga filsafat modern atau
filsafat kontemporer.
Obyek filsafat adalah sesuatu yang
ada dan mungkin ada. Obyek tersebut merupakan urusan manusia. Ia mempunyai
keterbatasan dalam olah pikir dan merupakan rahmat dari Tuhan sehingga manusia
tidak sempurna. Manfaat dari ketidaksempurnaan itu ialah kita dapat membedakan.
Contoh: kita tidak dapat hidup di air secara terus menerus karena kita dapat
membedakan darat dan air, yang mana kehidupan kita. Segala hal yang ada dan
mungkin ada sebenarnya membawa rahmat kepada kita jika mampu menggalinya dengan
baik. Oleh karena itu, rasa syukur terus menerus saja masih kurang. Rasa syukur
itu harus menjadi bagian dari kehidupan atau aktifitas sehari-hari, sehingga
kita harus tahu bagaimana meningkatkan spiritual.
Penerapan rasa syukur kita akan
rahmat Tuhan berkaitan dengan keterbatasan manusia dalam memikirkan dimensi
ruang dan waktu. Menembus ruang dan waktu jika dibayangkan hanya manusia super
atau manusia luar biasa yang dapat melakukannya. Tetapi pengertian dari
menembus ruang dan waktu adalah mengalami perubahan. Ketika belajar filsafat,
kita belajar secara professional yaitu secara intensif dan ekstensif. Kita
harus memahami pikiran para biksu kemudian kita hubungkan atau kita
korenspondensikan dengan pengalaman kita, sehingga upaya menembus ruang dan
waktu itu berdimensi. Pertanyaan yang muncul adalah: Siapakah yang disebut
ruang dan waktu? subyeknya siapa? siapakah dirimu? Kita mempunyai dimensi
waktu. Dimensi ruang tersebut adalah dimensi nol, dimensi satu, dimensi dua,
dan seterusnya, tergantung kita memberikan nomor. Hal tersebut merupakan teori
atau aksioma saja. Dalam kenyataannya yang sedang ditempati adalah ruang.
Contohnya ruang terbuka, ruang tertutup, ruang dosen, dan lain-lain. Jika
dikembangkan dengan bahasa analog, ruang adalah pikiran yang meliputi ada dan
mungkin ada. Jadi ruang itu terdiri dari wadah dan isinya dimana yang ada dan
mungkin ada itu meliputi wadah dan isinya. Tanpa wadah kita tidak dapat
menemukan isi dan tanpa isi kita tidak dapat menemukan wadah. Untuk mengetahui
ruang itu kita harus mengetahui waktu, begitu sebaliknya karena
sebenar-benarnya waktu dan sebenar-benarya ruang itu tidak ada, hanya ada dalam
pikiran. Hal ini merupakan intuisi, bukan definisi. Kita mempunyai ruang,
contohnya ruang imajiner, tergantung kita memberikan nama. Ruang terdiri dari
empat, yaitu material, formal, normatif, dan spiritual. Material merupakan
bentuk fisiknya, formal yaitu yang ditulis secara resmi dan normative adalah
ilmu atau tata kramanya. Orang yang berilmu adalah orang yang mengetahui ruang
dan waktu sesuai dengan tempatnya. Jika ada orang yang berkhutbah dimana-mana
tanpa tahu tempatnya maka ia merupakan orang gila.
Kita sebagai manusia dapat
menciptakan ruang sendiri. Kita dapat memahami ruang dimensi satu, dua karena
sebagai orang dewasa, kita menggunakan intuisi sedangkan anak-anak menggunakan
definisi sehingga tidak dapat memahaminya. Kita juga dapat memahami ruang
dimensi satu karena kita mempunyai ruang dimensi dua, memahami ruang dimensi
dua karena mempunyai ruang dimensi tiga dan seterusnya. Secara umum,
ruang dimensi tiga merupakan bangun ruang, dimensi dua merupakan bangun datar,
maka kita dapat membayangkan ruang dimensi satu, empat dan sebagainya. Orang
matematika dapat memahami hingga ruang dimensi-n karena mereka menggunakan intuisi.
Kemudian dikembangkan lagi sehingga kita mempunyai ruang kaum kapitalis, dimana
hierarki dari bawah yaitu : ruang archaik, tribal, tradisional, teodal, modern,
pos modern dan pos pos modern atau kapitalis.
Orang yang berilmu dalam pendidikan
matematika ialah orang yang sopan santun terhadap apa yang mungkin ada di dalam
pendidikan matematika, mengerti, memahami, mengamalkan dan direfleksikan.
Belajar filsafat analog dengan belajar ilmu yang lain. Ketika belajar kita
berhadapan dengan visi kita, yaitu menempatkan spiritual di paling atas, tiada
dalam kehidupan ini terbebas dari unsure spiritual karena merupakan pendirian
kita. Namun di sisi lain kita juga harus menghadapi gejolak dunia, dimana
pengaruh “power of now” sangat besar dengan tombaknya yaitu kapitalisme,
utilitarian, pragmatism dan hedonisme.
·
Kapitalisme
: pandangan mengenai segala sesuatu diukur dari laju ekonomi. Keberhasilan
seseorang diukur dari keberhasilanya dalam ekonomi.
·
Utilitarian
: pandangan mengenai segala sesuatu itu diukur dari manfaatnya. Jadi ketika
melakukan suatu hal maka kita harus apakah hal tersebut bermanfaat atau tidak.
Contohnya Amerika yang menyerang Pakistan.
·
Pragmatism :
hakekat budaya hidup cepat, praktis, tidak bertele-tele.
·
Hedonism :
pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari
atau mengejar kebahagian dan rasa senang, hanya mengejar kenikmatan dunia, lupa
pada norma agama. Rasa senang itu bisa diperoleh jika menemukan sesuatu yang
baru. Hedonism ini merupakan limbah dari kapitalisme. Contoh : perkawinan dan
pernikahan dalam dunia Barat.
Dalam perkembangan global ini, kita
menemukan system dimana system tersebut tidak sesuai dengan diri kita, maka
itulah dajal. Oleh karena itu sangatlah penting orang harus beragama. Dunia
yang diciptakan oleh power of now sangat luar biasa, meskipun mereka
menaruh agama di tengah karena yang favorit adalah power of now. Contoh
pengaruhnya dalam kehidupan kita adalah adanya handphone, kita tidak dapat
menghindarinya. Seperti halnya siang dan malam, kita tidak dapat memisahkanya,
kapan siang dan kapan malam. Itulah tantangan kita, sehingga harus waspada.
Pertanyaan yang masih belum terjawab
adalah siapakah dirimu? Diri kita ini tergantung ruangnya. Jika material maka
fisiknya seperti kaki, tangan, punggung, dan lain-lain, jika formalnya maka
tulisan, ijazah, jika normative maka ilmunya dan spiritual adalah amal
ibadahnya. Jadi menembus ruang dan waktu itu tergantung material, formal,
normative dan spiritualnya. Sebuah batu juga mengalami ruang dan waktu walaupun
tidak mengenal ruang dan waktu tapi batu itu ada dalam pikiran. Setiap manusia
juga berbeda-beda dalam menembus ruang dan waktu, sehingga ruang dan waktu itu
berdimensi.
Metode dalam menembus ruang dan waktu
ada dalam pikiran subyeknya. Contoh : batu permata yang dipakai di tangan kita.
Batu tersebut dapat menembus ruang dan waktu karena menempel di tangan. Agar
kita mampu menembus ruang dan waktu, kita harus memahami tentang fenomenologi,
fundalisme dan anti-fundalisme.
1.
Fenomenologi
Fenomenologi merupakan pikiran para
biksu. Hal ini paling banyak digunakan oleh orang matematika karena dasarnya
adalah abstraksi dan idealism. Abstraksi adalah memilih atau reduksi, sesuai
dengan kodrat manusia. Contoh : manusia dilahirkan dari seorang ibu yang telah
dipilih. Selain itu, manusia itu terbatas dan juga tidak adil. Ia tidak adil
terhadap obyek yang ada di belakang karena tidak bisa melihatnya, tidak adil
terhadap apa yang didengarkan. Oleh karena itu, manusia itu hidupnya reduksi,
mulai menginjak tanah yang mana, kapan ngerem, kenapa belok dan lain-lain. Hal
itu merupakan contoh dari reduksi yang kita lakukan. Ketika memikirkan sesuatu
agar dapat jernih, kita memasukkan hal-hal yang tidak seharusnya dipikirkan ke
dalam rumah epoke. Contoh : belajar mengenai bilangan, kita tidak perlu
memikirkan lima apel ditambah delapan jeruk, tapi hanya memikirkan nilainya
saja. Yang kedua adalah idelisme yang menganggap sesuatu itu sempurna.
2.
Fundamentalisme
dan Anti-fundamentalisme
Semua makhluk beragama adalah kaum
fundamental karena menetapkan Tuhan sebagai kausa prima yaitu sebab dari segala
sebab, tidak ada sebab yang lain, sebab utama dan pertama. Selain itu karena
mempunyai fundamen atau permulaan. Seluruh kaum matematis merupakan kaum
fundamental karena membuat matematika dari definisi. Orang yang membangun
keluarga juga merupakan kaum fundamental dengan dasarnya ijab Kabul.hakekat
manusia adalah fundamen, tetapi hanya separuhnya karena semua manusi memiliki
keterbatasan, sebagian besar tidak mampu mengenali permulaan. Contoh : kapan
dimulainya pagi, siang atau malam? Sejak kapan dapat membedakan besar kecil?
Tidak ada orang yang bisa mengatakanya kapannya. Hal ini disebut dengan
anti-fundamentalisme, yang hanya menggunakan intuisi.
Apa yang disebut dengan 2?
Jawabannya bermacam-macam, ada bilangan prima, bilangan genap, hasil dari 3-1
dan lain-lain. Ini merupakan jawaban yang salah karena kita tidak perlu
mendefinisikan bilangan 2. Penyebab dari permasalahan dalam pendidikan matematika
adalah para calon guru seperti kita ini yang kehilangan intuisinya. Maka
manfaat dari belajar filsafat adalah merebut kembali intuisi yang hilang, tidak
perlu definisi karena sudah ada.
Penerapannya dalam kehidupan : aku
adalah fundamen karena setiap melakukan kegiatan dimulai dengan doa. Untuk
berdoa dengan khusyuk maka tangkap pikiran yang lain dan masukkan ke dalam
rumah epoke. Orang berdoa itu juga mempunyai sopan santun terhadap ruang dan
waktu.
Dalam perkembangan perjalanan
filsafat sampai era Auguste Comte yang melahirkan ilmu telah banyak sekali
ruang yang diperoleh. Teknologi juga merupakan ruang, maka timbullah
istilah-istilah baru. Pacar atau teman dekat mempunyai lambing atau sandi
sendiri dimana orang lain tidak akan mengerti. Masing-masing orang mempunyai
sandi sendiri. Sebagai contohnya adalah orang Jawa Timur yang mempunyai
bahasanya sendiri, orang luar tidak dapat mengerti. Kata-kata baru yang muncul
itu oleh orang yang mempunyai otoritas. Contoh : Syahrini yang menciptakan
istilah baru. Dalam kehidupan ini kita harus memahami komunikasi, bagaimana
kita dapat berkomunikasi dengan orang-orang itu sangat penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar