MAKALAH
“ALIRAN FILSAFAT
FENOMENOLOGIS”
Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan, 3sks
Disusun Oleh
Viola Ajeng Perdani
Kelas/Jurusan: III A /
Pendidikan Matematika
PROGRAM STUDI
PENDIDKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN
AGENG TIRTAYASA
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji Syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan suatu anugerah pada kami sehingga
kami dapat menyusun tugas makalah tentang Filsafat Pendidikan.
Karena itu Kami berterima kasih kepada pengajar yang telah memberikan kami
pelajaran Mengenai Filsafat Pendidikan ini . didalam makalah ini kami akan
menjelaskan tentang Aliran Filsafat Fenomenologis.
Penulis menyadari
bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian telah
memberikan manfaat bagi Penulis. Akhir kata Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Serang,
27 September 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Ilmu filsafat adalah
ilmu yang menjadi induk segala pengetahuan. Filsafat merupakan sebuah sistem
yang komprehensif dari ide-ide mengenai keadaan yang murni dan realitas yang
terjadi dalam hidup. Filsafat juga dapat dijadikan paduan dalam kehidupan
karena hal-hal yang berada di dalam lingkupnya selalu menyangkut sesuatu yang
mendasar dan membutuhkan penghayatan. Filsafat digunakan untuk menentukan jalan
yang akan diambil seseorang dalam kehidupannya. Filsafat juga memberi petunjuk
mengenai tata cara pergaulan antara sesama. Tak lepas dari semua ini, pada
dasarnya filsafat adalah bersumber dari pertumbuhannya pola pikir manusia.
Semua yang ada, atau yang telah ada bisa diperhatikan dan dipikirkan
secara rasional. Karena berpikir adalah aktifitas individu dan manusia
mempunyai kemerdekaan untuk berpikir. Berpikir secara mendalam untuk
menghasilkan suatu ilmu pengetahuan yang bisa dipertanggung jawabkan
keabsahannya. Dengan demikian dapat dikata bahwa berfilsafat adalah mendalami
sesuatu secara mendalam berdasarkan penalaran yang dimiliki seseorang. Dan
akhirnya bisa melahirkan aliran fenomenologi yang akan dipaparkan dalam makalah
ini. Perlu kita ketahui sekilas bahwa Ilmu fenomenologi dalam filsafat biasa
dihubungkan dengan ilmu hermeneutik. Yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada
fenomena ini. Keduanya membicarakan manusia sebagai realita eksistensi
ditentukan oleh kondis-kondisi fisik dan budaya yang mempengaruhi. Fenomenologi
dan herneneutika saling bersentuhan, namun juga mempunyai perbedaan, kekuatan,
dan kelemahan masing-masing.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1. Jelaskan
pengertian filsafat dan feneomenologi?
2. Sebutkan
tokoh-tokoh fenomenologi?
3. Sebutkan
varian tradisi fenomenologi?
4. Apakah
prinsip-prinsip dasar fenomenologi?
5. Sebutkan
kelebihan dan kekurangan filsafat fenomenologi?
1.3 TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah:
1. Sebagai
pemenuhan tugas mandiri mata kuliah filsafat pendidikan.
2. Sebagai bahan
bacaan dan referensi tambahan bagi pihak – pihak
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Filsafat
Secara etimologis kata
filsafat dalam bahasa Yunani adalah philosophia, yaitu gabungan dari dua kata
philia atau philen yang berarti cinta atau mencintai dan sophos yang berarti
kebijaksanaan. Sementara dalam bahasa Inggris, filsafat berasal dari kata
philosophy yang bisa diartikan sebagai mencintai kebajikan.
Secara terminologis,
dalam Kamus Filsafat (Loren Bagus, 1996:42) dijelaskan beberapa pengertian
pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof, yaitu: Pertama, filsafat
merupakan upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta
lengkap tentang suatu realitas; Kedua, merupakan upaya melukiskan hakikat
realitas akhir dan dasar serta nyata; Ketiga, filsafat merupakan upaya
menentukan batas-batas dan jangkauan dari pengetahuan baik itu tentang sumber,
hakikat,, keabsahan, dan nilainya; Keempat, penyelidikan kritis atas
pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai
bidang pengetahuan; Keenam, filsafat merupakan disiplin ilmu yang berupaya
untuk membantu melihat apa yang dikatakan dan untuk mengatakan apa yang
dilihat.
Endang Saifuddin
Anshari (1987: 83) mengutip pernyataan Al Farabi bahwa pengertian filsafat
adalah ilmu tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang
sebenarnya.
Sedangkan Sumarno,
Karimah, dan Damayani dalam buku Filsafat dan Etika Komunikasi (2004: 13-14)
pengertian filsafat dapat dibedakan menjadi:
1. Filsafat sebagai suatu sikap. Filsafat merupakan sikap terhadap kehidupan dan alam semesta.Bagaimana manusia yang berfilsafat dalam menyikapi hidup dan alam sekitarnya.
2. Filsafat sebagai suatu metoda. Berfilsafat artinya berpikir secara reflektif, yakni berpikir dengan memerhatikan unsure di belakang objek yang menjadi pusat pemikirannya.
3. Filsafat sebagai kumpulan persoalan. Befilsafat artinya berusaha untuk memecahkan persoalan-persoalan hidup.
4. Filsafat merupakan sistem pemikiran. Socrates, Plato, atau Aristoteles merupakan tokoh filsafat yang menghasilkan sistem pemikiran yang menjadi acuan dalam menjawab persoalan, sebagai metode, dan cara bersikap kenyataan.
5. Filsafat merupakan analisis logis. Filsafat berarti berbicara tentang bahasa dan penjelasan makna-makna yang terkandung dalam kata dan pengertian.Hampir setiap filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti istilah dan pemakaian bahasa.
6. Filsafat merupakan suatu usaha memperoleh pandangan secara menyeluruh. Filsafat mencoba menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai macam ilmu serta pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang menyeluruh.
1. Filsafat sebagai suatu sikap. Filsafat merupakan sikap terhadap kehidupan dan alam semesta.Bagaimana manusia yang berfilsafat dalam menyikapi hidup dan alam sekitarnya.
2. Filsafat sebagai suatu metoda. Berfilsafat artinya berpikir secara reflektif, yakni berpikir dengan memerhatikan unsure di belakang objek yang menjadi pusat pemikirannya.
3. Filsafat sebagai kumpulan persoalan. Befilsafat artinya berusaha untuk memecahkan persoalan-persoalan hidup.
4. Filsafat merupakan sistem pemikiran. Socrates, Plato, atau Aristoteles merupakan tokoh filsafat yang menghasilkan sistem pemikiran yang menjadi acuan dalam menjawab persoalan, sebagai metode, dan cara bersikap kenyataan.
5. Filsafat merupakan analisis logis. Filsafat berarti berbicara tentang bahasa dan penjelasan makna-makna yang terkandung dalam kata dan pengertian.Hampir setiap filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti istilah dan pemakaian bahasa.
6. Filsafat merupakan suatu usaha memperoleh pandangan secara menyeluruh. Filsafat mencoba menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai macam ilmu serta pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang menyeluruh.
Sementara Muntasyir
dan Munir (2002: 3) memberikan klasifikasi pengertian tentang filsafat, sebagai
berikut :
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif).
4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentris.
5. Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif).
4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentris.
5. Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
2.2 Pengertian
Fenomenologi
Fenomenologi adalah
sebuah studi dalam bidang filsafat yang
mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomenologi dalam
filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti
dari pada fenomena ini. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Johann Heinrich
Lambert (1728 - 1777), seorang filsuf Jerman.Dalam bukunya Neues Organon (1764).ditulisnya
tentang ilmu yang tak nyata. Dalam pendekatan
sastra, fenomenologi memanfaatkan pengalaman intuitif atas fenomena,
sesuatu yang hadir dalam refleksi fenomenologis, sebagai titik awal dan usaha
untuk mendapatkan fitur-hakekat dari pengalaman dan hakekat dari apa yang kita
alami. G.W.F.
Hegel dan Edmund Husserl adalah dua tokoh penting
dalam pengembangan pendekatan filosofis ini.
Fenomenologi
adalah studi tentang Phenomenon. Kata ini berasal dari bahasa Yunani Phainein berarti menunjukkan.
Dari kata ini timbul kata Pheinomenon berarti yang muncul
dalam kesadaran manusia. Dalam fenomenologi, ditetapkan bahwa setiap gambaran
pikir dalam pikiran sadar manusia, menunjukkan pada suatu hal keadaan yang
disebut intentional (berdasarkan niat atau keinginan).
Secara harfiah, fenomenologi atau
fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomenalisme
adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Fenomenalisme juga adalah suatu metode
pemikiran. Fenomenologi merupakan sebuah aliran yang berpendapat bahwa, hasrat
yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dapat dicapai melalui pengamatan
terhadap fenomena atau pertemuan kita dengan realita. Karenanya, sesuatu yang
terdapat dalam diri kita akan merangsang alat inderawi yang kemudian diterima
oleh akal ( otak ) dalam bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan
jalan penalaran. Penalaran inilah yang dapat membuat manusia mampu berpikir
secara kritis.
Fenomenologi merupakan
kajian tentang bagaimana manusia sebagai subyek memaknai obyek-obyek di
sekitarnya. Ketika berbicara tentang makna dan pemaknaan yang dilakukan, maka
hermeneutik terlibat di dalamnya. Pada intinya, bahwa aliran fenomenologi
mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita ketahui sekarang ini merupakan
pengetahuan yang kita ketahui sebelumnya melalui hal-hal yang pernah kita
lihat, rasa, dengar oleh alat indera kita. Fenomenologi merupakan suatu
pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami manusia.
2.3 Tokoh-tokoh
Fenomenologi
1.
Edmund Husserl (1859-1938)
Menurut Husserl,
memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran filsafat. Sebagai metode,
Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar sampai pada
fenomeno yang murni. Untuk melakukan itu, harus dimulai dengan subjek (manusia)
serta kesadarannya dan berusaha untuk kembali pada kesadaran murni. Sedangkan
sebagai filsafat, fenomenologi memberikan pengetahuan yang perlu dan essensial
tentang apa yang ada. Dengan kata lain, fenomenologi harus dikembalikan kembali
objek tersebut.
Metode fenomenologi
menurut Husserl, menekankan satu hal penting yaitu, penundaan keputusan.
Penundaan keputusan harus ditunda (epoche) atau dikurung (bracketing)
untuk memahami fenomena. Pengetahuan yang kita miliki tentang fenomena itu
harus kita tinggalkan atau lepaskan dulu, agar fenomena itu dapat menampakkan
dirinya sendiri.
Untuk memahami filsafat Husserl ada beberapa
kata kunci yang perlu diketahui. Diantaranya:
1. Fenomena
adalah realitas esensi atau dalam fenomena terkandung pula nomena(sesuatu
yang berada di balik fenomena)
2. Pengamatan
adalah aktivitas spiritual atau rohani.
3. Kesadaran
adalah sesuatu yang intensional (terbuka da terarah pada subjek
4. Substansi
adalah kongkret yang menggambarkan isi dan stuktur kenyataan dan sekaligus bisa
terjangkau.
Usaha untuk mencapai segala sesuatu itu harus
melalui reduksi atau penyaringan yang terdiri dari :
1. Reduksi
fenomenologi, yaitu harus menyaring pengalaman-pengalaman dengan maksud
mendapat fenomena dalam wujud semurni-murninya. Dalam artian bahwa, kita harus
melepaskan benda-benda itu dari pandangan agama, adat istiadat, ilmu
pengetahuan dan ideologi.
2. Reduksi
eidetis, yaitu dengan menyaring atau penempatan dalam tanda kurung sebagai hal
yang bukan eidos atau intisari atau hakikat gejala atau fenomena.
3. Reduksi
transcendental, yaitu dalam penerapannya berdasarkan subjeknya sendiri perbuatannya
dan kesadaran yang murni.
Namun, menurut para pengikut fenomenologi
suatu fenomena tidak selalu harus dapat diamati dengan indera. Sebab, fenomena
dapat juga dilihat atau ditilik secara ruhani tanpa melewati indera, fenomena
tidak perlu suatu peristiwa.
2.
Max Scheller (1874-1928)
Scheller berpendapat
bahwa metode fenomenologi sama dengan cara tertentu untuk memandang realitas.
Dalam hubungan ini kita mengadakan hubungan langsung dengan realitas
berdasarkan intuisi (pengalaman fenomenologi).
Menurutnya ada 3 fakta yang memegang peranan
penting dalam pengalaman filsafat. Diantaranya :
1. Fakta
natural, yaitu berdasarkan pengalaman inderawi yang menyangkut benda-benda yang
nampak dalam pengalaman biasa.
2. Fakta ilmiah,
yaitu yang mulai melepas diri dari penerapan inderawi yang langsung dan semakin
abstrak.
3. Fakta
fenomenologis, merupakan isi intuitif yang merupakan hakikat dari pengalaman
langsung.
3.
Martin Heidegger (1889-1976)
Menurut Heidegger,
manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamanya. Kemampuan seseorang untuk
bereksistensi dengan hal-hal yang ada di luar dirinya karena memiliki kemampuan
seperti kepekaan, pengertian, pemahaman, perkataan atau pembicaraan. Bagi
heidegger untuk mencapai manusia utuh maka manusia harus merealisasikan segala
potensinya meski dalam kenyataannya seseorang itu tidak mampu
merealisasikannya. Ia tetap sekuat tenaga tidak pantang menyerah dan selalu
bertanggungjawab atas potensi yang belum teraktualisasikan.
Dalam persfektif yang
lain mengenai sesosok Heidegger menjadi salah satu filsafat yang fenomenal
yaitu bahwa ia mengemukakan tentang konsep suasana hati (mood). Seperti
yang kita ketahui bahwa dengan suasana hatilah kita diatur oleh dunia kita,
bukan dalam pendirian pengetahuan observasional yang berjarak. Biasanya, dengan
posisi kita yang sedang bersahabat dengan suasana hati, maka kita akan bisa
mengenali diri kita yang sesungguhnya. Karena suasana hati bisa menjadi tolak
ukur untuk mengetahui hakikat diri dengan banyaknya pertanyaan yang muncul
seperti pencarian jati diri siapa kita sesungguhnya, apa kemampuan kita, dan
apa kekurangan atau kelebihan yang kita miliki, bagaimanakah kehidupan kita
yang selanjutnya dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Konsep inilah yang menguatkan
pendapat banyak orang mengenai sesosok orang yang mampu melihat noumena dan phenoumena.
4.
Maurice Merlean-ponty (1908-1961)
Sebagaimana halnya
Husserl, ia yakin seorang filosof benar-benar harus memulai kegiatannya dengan meneliti
pengalaman. Pengalamannya sendiri tentang realitas, dengan begitu ia menjauhkan
diri dari dua ekstrim yaitu :
Pertama hanya
meneliti atau mengulangi penelitian tentang apa yang telah dikatakan orang
tentang realita, dan Kedua hanya memperhatikan segi-segi luar dari
pengalaman tanpa menyebut-nyebut realitas sama sekali.
Walaupun Marlean-Ponty
setuju dengan Husserl bahwa kitalah yang dapat mengetahui dengan sesuatu dan
kita hanya dapat mengetahui benda-benda yang dapat dicapai oleh kesadaran
manusia, namun ia mengatakan lebih jauh lagi, yakni bahwa semua pengalaman
perseptual membawa syarat yang essensial tentang sesuatu alam di atas
kesadaran.
Oleh karena itu
deskripsi fenomenologi yang dilakukan Marlean-Ponty tidak hanya berurusan
dengan data rasa atau essensi saja, akan tetapi menurutnya, kita melakukan
perjumpaan perseptual dengan alam. Marlean-Porty menegaskan sangat perlunya
persepsi untuk mencapai yang real.
2.4 Jenis-Jenis
Tradisi Fenomenologi
Inti dari tradisi
fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang
alamiah.Tradisi memandang manusia secara aktif mengintrepretasikan pengalaman
mereka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal
dan langsung dengan lingkungannya.Titik berat tradisi fenomenologi adalah Pada
bagaimana individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman
subyektifnya. Adapun varian dari tradisi Fenomenologi ini adalah,:
- Fenomena Klasik, percaya pada kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, artinya hanya mempercayai suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri atau obyektif.
- Fenomenologi Persepsi, percaya pada suatu kebenaran bisa di dapatkan dari sudut pandang yang berbeda – beda, tidak hanya membatasi fenomenologi pada obyektifitas, atau bisa dikatakan lebih subyektif.
- Fenomenologi Hermeneutik, percaya pada suatu kebenaran yang di tinjau baik dari aspek obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan juga disertai dengan analisis guna menarik suatu kesimpulan.
2.5 Prinsip Dasar
Fenomenologi
Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar
fenomenologis:
- Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. Kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengan pengalaman itu sendiri.
- Makna benda terdiri dari kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Bagaimana kita berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi kita.
- Bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.
2.6 Fenomenologi Sebagai Metode Ilmu
Fenomenologi
berkembang sebagai metode untuk mendekati fenomena-fenomena dalam kemurniannya.
Fenomena di sini dipahami sebagai segala sesuatu yang dengan suatu cara
tertentu tampil dalam kesadaran kita. Baik berupa sesuatu sebagai hasil rekaan
maupun berupa sesuatu yang nyata, yang berupa gagasan maupun kenyataan. Yang
penting ialah pengembangan suatu metode yang tidak memalsukan fenomena,
melainkan dapat mendeskripsikannya seperti penampilannya tanpa prasangka sama
sekali.
Seorang fenomenolog
hendak menanggalkan segenap teori, praanggapan serta prasangka, agar dapat
memahami fenomena sebagaimana adanya: “Zu den Sachen Selbst” (kembali kepada
bendanya sendiri). Tugas utama fenomenologi menurut Husserl adalah menjalin
keterkaitan manusia dengan realitas.
Bagi Husserl, realitas
bukan suatu yang berbeda pada dirinya lepas dari manusia yang mengamati.
Realitas itu mewujudkan diri, atau menurut ungkapan Martin Heideger, yang juga
seorang fenomenolog: “Sifat realitas itu membutuhkan keberadaan manusia”.
Filsafat fenomenologi
berusaha untuk mencapai pengertian yang sebenarnya dengan cara menerobos semua
fenomena yang menampakkan diri menuju kepada bendanya yang sebenarnya. Usaha
inilah yang dinamakan untuk mencapai “Hakikat segala sesuatu”. Untuk itu,
Husserl mengajukan dua langkah yang harus ditempuh untuk mencapai esensi
fenomena, yaitu metode epoche dan eidetich vision.
Kata epoche berasal
dari bahasa Yunani, yang berarti: “menunda keputusan” atau “mengosongkan diri
dari keyakinan tertentu”. Epoche bisa juga berarti tanda
kurung (bracketing) terhadap setiap keterangan yang diperoleh dari suatu
fenomena yang nampak, tanpa memberikan putusan benar salahnya terlebih dahulu.
Fenomena yang tampil dalam kesadaran adalah benar-benar natural tanpa dicampuri
oleh presupposisi pengamat
2.7 Konstribusi
Fenomenologi Terhadap Ilmu Pengetahuan
Memperbincangkan
fenomenologi tidak bisa ditinggalkan pembicaraan mengenai konsep Lebenswelt (“dunia
kehidupan”). Konsep ini penting artinya, sebagai usaha memperluas konteks ilmu
pengetahuan atau membuka jalur metodologi baru bagi ilmu-ilmu sosial serta
untuk menyelamatkan subjek pengetahuan.
Edmund Husserl, dalam
karyanya, The Crisis of European Science and Transcendental
Phenomenology, menyatakan bahwa konsep “dunia kehidupan” (lebenswelt )
merupakan konsep yang dapat menjadi dasar bagi (mengatasi) ilmu pengetahuan
yang tengah mengalami krisis akibat pola pikir positivistik dan saintistik,
yang pada prinsipnya memandang semesta sebagai sesuatu yang teratur – mekanis
seperti halnya kerja mekanis jam. Akibatnya adalah terjadinya ‘matematisasi
alam’, alam dipahami sebagai keteraturan (angka-angka). Pendekatan ini telah
mendehumanisasi pengalaman manusia karena para saintis telah menerjemahkan
pengalaman manusia ke formula-formula impersonal.[7]
Dunia kehidupan dalam
pengertian Husserl bisa dipahami kurang lebih dunia sebagaimana manusia
menghayati dalam spontanitasnya, sebagai basis tindakan komunikasi antar
subjek. Dunia kehidupan ini adalah unsur-unsur sehari-hari yang membentuk
kenyataan seseorang, yakni unsur dunia sehari-hari yang ia alami dan jalani,
sebelum ia menteorikannya atau merefleksikannya secara filosofis.
Konsep dunia kehidupan
ini dapat memberikan inspirasi yang sangat kaya kepada ilmu-ilmu sosial,
karena ilmu-ilmu ini menafsirkan suatu dunia, yaitu dunia sosial. Dunia
kehidupan sosial ini tak dapat diketahui begitu saja lewat observasi seperti
dalam eksperimen ilmu-ilmu alam, melainkan terutama melalui pemahaman (verstehen ).
Apa yang ingin ditemukan dalam dunia sosial adalah makna, bukan kausalitas yang
niscaya.
Tujuan ilmuwan sosial
mendekati wilayah observasinya adalah memahami makna. Seorang ilmuwan sosial,
dalam hal ini, tidak lebih tahu dari pada para pelaku dalam dunia sosial itu.
Oleh karena itu, dengan cara tertentu ia harus masuk ke dalam dunia kehidupan
yang unsur-unsurnya ingin ia jelaskan itu. Untuk dapat menjelaskan, ia harus
memahaminya. Untuk memahaminya, ia harus dapat berpartisipasi ke dalam proses
yang menghasilkan dunia kehidupan itu.
Kontribusi dan tugas
fenomenologi dalam hal ini adalah deskripsi atas sejarah lebenswelt (dunia
kehidupan) tersebut untuk menemukan ‘endapan makna’ yang merekonstruksi
kenyataan sehari-hari. Maka meskipun pemahanan terhadap makna dilihat dari
sudut intensionalitas (kesadaran) individu, namun ‘akurasi’ kebenarannya sangat
ditentukan oleh aspek intersubjektif. Dalam arti, sejauh mana ‘endapan makna’
yang detemukan itu benar-benar di rekonstruksi dari dunia kehidupan sosial,
dimana banyak subjek sama-sama terlibat dan menghayati.
Demikianlah, dunia
kehidupan sosial merupakan sumbangan dari fenomenologi, yang menempatkan
fenomena sosial sebagai sistem simbol yang harus dipahami dalam kerangka
konteks sosio-kultur yang membangunnya. Ini artinya unsur subjek dilihat
sebagai bagian tak terpisahkan dari proses terciptanya suatu ilmu pengetahuan
sekaligus mendapatkan dukungan metodelogisnya.
2.8 Kelebihan
dan Kekurangan Filsafat Fenomenologi
Kelebihan filsafat
fenomenoligi diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. fenomenologi
sebagai suatu metode keilmuan, dapat mendiskripsikan penomena dengan apa adanya
dengan tidak memanipulasi data, aneka macam teori dan pandangan.
2. fenomenologi
mengungkapkan ilmu pengetahuan atau kebenaran dengan benar-benar yang objektif.
3. fenomenologi memandang
objek kajian sebagai bulatan yang utuh tidak terpisah dari objek lainnya.
Dengan demikian
fenomenologi menuntut pendekatan yang holistik, bukan pendekatanpartial,
sehingga diperoleh pemahaman yang utuh mengenai objek yang diamati, hal ini lah
yang menjadi kelebihan filsafat ini sehingga banyak dipakai oleh ilmuan-ilmuan
pada saat ini terutama ilmuan sosial, dalam berbagai kajian keilmuan mereka
termasuk bidang kajian agama.
Dari berbagai
kelebihan tersebut, fenomenologi sebenarnya juga tidak luput dari berbagai
kelemahan, seperti :
1. Tujuan
fenomenologi untuk mendapatkan pengetahuan yang murni objektif tanpa ada
pengaruh berbagai pandangan sebelumnya, baik dari adat, agama ataupun ilmu
pengetahuan, merupakan suatu yang absurd.
2. Pengetahuan
yang didapat tidak bebas nilai (value-free), tapi bermuatan nilai
(value-bound).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Fenomenologi merupakan
sebuah aliran. Yang berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti yang
sebenarnya dapat dicapai melalui pengamatan terhadap fenomena atau pertemuan
kita dengan realita. Karenanya, sesuatu yang terdapat dalam diri kita akan
merangsang alat inderawi yang kemudian diterima oleh akal ( otak ) dalam bentuk
pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Aliran
fenomenologi mempunyai beberapa tokoh-tokoh yang menjadi acuan dasar yang
mengemukakan tentang aliran fenomenologi tersebut. Diantara tokoh-tokohnya
yaitu Edmund Husserl, max scheller, martin Heidegger, dan Maurice merlea-ponty.
Fenomenologi pun
tentulah tidak luput dari kekurangan dan kelebihan yang menjadi fitrah dalam
semua kehidupan. Fenomenologi sebagai ilmu yaitu bahwa Filsafat fenomenologi
berusaha untuk mencapai pengertian yang sebenarnya dengan cara menerobos semua
fenomena yang menampakkan diri menuju kepada bendanya yang sebenarnya. Usaha
inilah yang dinamakan untuk mencapai “Hakikat segala sesuatu”.
Kontribusi
fenomenologi terhadap dunia ilmu pengetahuan yaitu Kontribusi dan tugas
fenomenologi dalam hal ini adalah deskripsi atas sejarah lebenswelt (dunia
kehidupan) tersebut untuk menemukan ‘endapan makna’ yang merekonstruksi
kenyataan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Maksum, Ali. 2011. Pengantar Filsafat;
dari Masa klasik hingga Postmodernisme. Yogyakarta . AR-RUZZ
MEDIA.
Achmadi, Asmoro. 2010. Filsafat umum. Jakarta.
PT. RAJAGRAFINDO PERSADA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar